Potensi Tambahan Devisa atas Perubahan Term Perdagangan

Jenis: Artikel
Kamis, 20 April 2023

Oleh: Rifka Hidayat
Deputy Division Head of Samudera Indonesia Research Initiative (SIRI) dan Commissioner of PT Tara Jaya Samudera Group; Dosen Praktisi Politeknik Ilmu Pelayaran Balikpapan

 

Nilai ekspor dan impor Indonesia pada tahun 2022 mengalami kenaikan sebesar 26,07% dibandingkan periode 2021. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), total ekspor dan total Impor Indonesia selama periode Januari-Desember 2022 masing-masing mencapai US$ 291,98 miliar dan US$ 237,44 miliar. Secara keseluruhan, nilai perdagangan internasional Indonesia mencapai US$ 529,42 miliar. Nilai tersebut menunjukkan peningkatan dibandingkan periode Januari-Desember 2021 di mana total nilai ekspor, impor, dan perdagangan masing-masing sebesar US$ 231,61 miliar, US$ 196,19 miliar, dan total keduanya US$ 427,80 Miliar. Peningkatan nilai perdagangan internasional ini menunjukkan terjadi peningkatan kegiatan logistik di Indonesia, terutama kegiatan ekspor dan impor.

Hal ini juga perlu dikaji lebih dalam, apakah kenaikan nilai ekspor dan surplus neraca ekspor-impor tersebut juga mampu memberikan tambahan kontribusi devisa bagi Indonesia dalam aspek logistik dan pengapalannya. Pemahaman prinsip “shipping follows the trade” masih berlaku dalam penentuan oleh siapa penunjukan kapal dan logistics arrangement-nya apakah oleh pihak eksportir dan importir Indonesia atau pihak luar negeri. Hal ini tentu didahului oleh term perdagangan internasional yang disepakati antara pihak eksportir dan importir.

Fakta umum yang terjadi selama ini, ketika importasi dari luar negeri ke Indonesia maka term perdagangan yang disepakati adalah Cost, Insurance, dan Freight (CIF), Cost & Freight (CFR), bahkan Delivered at Place (DAP). Artinya pihak eksportir di luar negeri mempunyai kewenangan untuk menunjuk pelayaran sekaligus pengaturan Logistiknya dari negara eksportir dan pengaturan cargo handling-nya dari door (premise) eksportir sampai di pelabuhan tujuan di Indonesia, bahkan sampai door (premise) di lokasi importir Indonesia. Namun, jika pengusaha Indonesia melakukan ekspor term of perdagangannya adalah Free on Board (FOB) atau bahkan ExWorks sehingga porsi pengapalan dari pelabuhan muat di Indonesia dan pengaturan logistiknya sampai door (premise) diserahkan ke importir luar negeri. Porsi pengapalan dan pengaturan logistik dalam kegiatan ekspor dan impor dilakukan oleh pihak asing, bukan oleh pihak Indonesia. Jika hal ini terus menerus terjadi, maka akumulasi nilai transaksi atas biaya pengapalan dan pengaturan logistiknya akan dinikmati oleh negara di luar Indonesia. Nilai transaksi pengapalan dan pengaturan logistiknya itu adalah porsi devisa yang tidak masuk ke Indonesia.

Jika porsi persentasi kasar biaya logistik bervariasi dari satu negara dengan negara lainnya dengan rentang 10%-20% dari persentase nilai ekspor dan impor Indonesia serta jika segenap eksportir Indonesia di tahun 2022 bisa merubah term ekspor dari FOB ke CIF, CFR, bahkan DAP dan sebaliknya importir Indonesia bisa merubah term import dari DAP, CIF, CFR menjadi FOB, maka bisa diproyeksikan tambahan devisa yang seharusnya bisa masuk dan dinikmati oleh Indonesia adalah US$ 52,94 miliar-US$ 105,88 miliar. Kemampuan mengubah term perdagangan apabila hanya bisa dilakukan setengahnya saja akan berdampak nilai yang signifikan dalam memberikan tambahan devisa bagi Indonesia.

Dalam rangka mendorong perubahan term perdagangan tersebut memang tidaklah mudah, mengingat banyak faktor yang sifatnya di luar kemampuan serta kewenangan para eksportir dan importir Indonesia itu sendiri. Berikut ini adalah beberapa faktor yang mendasari terjadinya ‘ketidakberdaayaan’ term perdagangan Indonesia dihadapan para negara counterpart-nya yang berdampak pada kurang maksimalnya penerimaaan devisa untuk Indonesia dari aktivitas ekspor impor yang bersumber dari pengapalan, transportasi, dan pengaturan logistiknya secara umum.

Kekurangpahaman terhadap International Commercial Terms dan Dampaknya

Suka tidak suka harus diakui bahwa sebagian eksportir dan importir Indonesia terutama yang berbasis UMKM itu masih kurang pemahamannya tentang sebelas macam international commercial term yang selain berdampak pada pemahaman batasan penyerahan barang, Batasan tanggung jawab, risiko, pembiayaan pengapalan, serta penyelenggaraan transportasi dan logistik berdampak terhadap pemaksimalan pemasukan devisa ke Indonesia. Kekurangpahaman ini menjadikan para eksportir dan importir Indonesia menyerahkan penyelenggaraan dan pengaturan pengapalan serta transportasi dan logistiknya pada para eksportir dan importir negara counterpart-nya. Para eksportir dan importir Indonesia berprinsip yang penting penyelenggaraan ekspor dan impor berjalan lancar, mudah, dana segera diterima (jika itu ekspor) serta tidak membebani pemikiran para eksportir dan importir. International commercial terms terbaru tahun 2020 adalah sebagai berikut:

Sumber: www.velotrade.com

Kekurangmampuan untuk Pengaturan Logistik dan Pengapalan
Kekurangmampuan untuk pengaturan logistik dan pengapalan dipengaruhi oleh pengalaman perusahaan yang bergerak di bidang ekspor dan impor itu sendiri, terutama kemampuan perusahaan dalam mengakomodasi kompleksitas aktivitas industrinya termasuk pengaturan transportasinya. Jadi perusahaan eksportir dan importir ini selain fokus pada kegiatan produksi dan atau trading-nya sebagai revenue stream, tapi juga bisa menjadikan aktivitas pengaturan dan penunjukkan transportasi untuk menghasilkan tambahan keuntungan dan benefit saat penguasaan transportasi dimasukkan dalam international commercial terms, semisal dari FOB menjadi CIF. Umumnya penguasaan pengaturan transportasi dan pengapalan ini dimiliki oleh para eksportir dan importir dari negara asing yang bertransaksi dengan para eksportir dan importir Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, networkingvendor management, serta kekuatan kapital dalam mengarahkan dan meng-cover biaya pengapalan dan pengaturan logistiknya.

Kekurangan Jumlah Armada Kapal Indonesia yang Melayani Rute Luar Negeri
Faktor masih minimnya jumlah kapal yang dimiliki dan atau dioperasikan oleh perusahaan pelayaran Indonesia yang melayani rute ocean going (luar negeri) dibandingkan jumlah armada kapal yang dioperasikan oleh perusahaan pelayaran asing juga mempengaruhi kemampuan para eksportir dan importir Indonesia untuk melakukan pengaturan dalam hal charter maupun voyage charter karena minimnya koneksi dan channel yang dimiliki oleh para eksportir dan importir Indonesia terutama koneksi mereka dengan para perusahaan pelayaran asing.

Kekhawatiran atas Konsekuensi dan Risiko yang Terjadi
Dipahami juga konsekuensi jika penguasaan pengaturan pengapalan barang ekspor maupun impor diselenggarakan oleh para eksportir dan importir Indonesia, tentunya konsekuensi dan risiko juga menjadi tanggung jawab para eksportir dan importir, termasuk juga pembiayaan atas penyelenggaraan pengapalan dan pengaturan logistiknya. Walaupun sebenarnya jika terkait cargo claim semisal adanya insiden kehilangan, kekurangan, ataupun kerusakan kargo, pihak eksportir dan importir Indonesia bisa lebih tenang dengan melakukan pembelian cargo insurance, sehingga apabila ada insiden terkait kargo akan dicover oleh pihak asuransi. Selain itu, yang perlu menjadi perhatian dari para eksportir dan importir Indonesia adalah masalah arbitrase jika ada dispute dalam penyelenggaraan transporatasi, pengapalan, dan logistik jika segenap aktivitas tersebut diselenggarakan oleh eksportir dan importir jika perusahaan pelayaran dan atau perusahaan logistik adalah perusahaan asing, apalagi jika perusahaan asing tersebut tidak mempunyai kantor cabang atau agen tetap di Indonesia.

Dalam rangka memaksimalkan penerimaan devisa bagi Indonesia dari sektor penyelenggaran transportasi, pengapalan dan logistiknya, maka perlu dilakukan segenap upaya bersama sebagai berikut:

  • Sosialisasi dan Pelatihan tentang International Commercial Term
    Program sosialisasi dan pelatihan tentang international commercial term pada para eksportir dan importir baik pada level pengusaha besar, menengah, UMKM, dan pemula, perlu terus dilakukan dalam rangka memberikan pemahaman, batasan penerimaan barang, tanggung jawab, risiko, pembiayaan, serta dampak yang bisa ditimbulkan terutama dalam aspek penerimaan devisa bagi Indonesia dari sebuah keputusan atau deal pada term perdagangan ekspor impor dengan para klien mereka di luar negeri. Pemahaman tentang international commercial term ini juga penting dalam menghindarkan terjadinya dispute dan sekiranya dispute benar benar terjadi, maka perlu memahami juga langkah-langkah penyelesaiannya.
  • Meningkatkan Kemampuan Eksportir dan importir Indonesia
    Perusahaan Indonesia yang bergerak di bidang ekspor dan impor harus merubah pemahamannya, dan juga berani melebarkan ruang lingkup pekerjaannya, bahwa dalam rangka meningkatkan potensi pendapatan tidak hanya diperoleh dari transaksi atas barang ataupun komoditas dalam ekspor impor saja, tapi bisa juga dengan penguasaan pengaturan pengapalan, transportasi dan logistiknya. Pengaturan logistik bisa melalui penunjukan ke Logistics Service Provider (LSP).

    Melalui penguasaan pengaturan logistik tersebut eksportir dan importir Indonesia bisa lebih leluasa mengatur struktur biaya yang dimasukkan dalam harga jual dan beli sehingga memungkinkan untuk menghasilkan tambahan profit. Selain itu, dengan penguasaan pengaturan logistik juga secara strategik dan nilai tawar eksportir dan importir Indonesia akan naik terhadap eksportir dan importir negara lain karena keberpihakan perusahaan pelayaran dan logistik pada pihak yang memberi pekerjaan dan membayar mereka dalam hal ini eksportir dan importir Indonesia.
  • Mendorong kepemilikan armada kapal bagi Perusahaan Pelayaran Nasional.
    Bagaimanapun pemerintah juga perlu meningkatkan peranannya dalam rangka mendorong dan memfasilitasi tambahan kepemilikan armada kapal bagi perusahaan pelayaran nasional. Hal itu bisa dimulai dengan melakukan diskusi dengan Indonesian National Shipowners Association (INSA), untuk memberikan kemudahan regulasi, perpajakan, kemudahan kredit perbankan, serta insentif lainnya bagi perusahaan pelayaran yang berupaya melakukan penambahan armada kapal yang akan digunakan untuk melayani rute ocean going (luar negeri).

    Paralel dengan hal itu, pemerintah juga bisa menjembatani keberlangsungan dan tambahan jumlah transaksi penunjukkan kapal yang dimiliki ataupun yang dioperasikan oleh perusahaan pelayaran nasional dengan perusahaan Indonesia baik swasta maupun BUMN yang bergerak di bidang manufaktur, migas, pertambangan, trading, dan lainnya subject to kesesuaian operasional dan komersial, sehingga utilisasi kapal juga bisa segera ditingkatkan seiring pertambahan jumlah armada kapal.
  • Minimalisasi Kekhawatiran dan Risiko via Arbitrase lokal.
    Ketika sudah terjadi hubungan transaksi yang berkelanjutan antara eksportir yang menerapkan komersial term-nya menjadi CIF bahkan DAP dan importir Indonesia yang menerapkan komersial term-nya menjadi FOB yang kemudian menunjuk perusahaan logistik, pelayaran, dan transportasi Indonesia. Hal tersebut memungkinkan fungsi arbitrase bisa diarahkan ke Indonesia terutama saat melakukan negosiasi dengan pihak eksportir dan importir dari negara lain, sehingga kekhawatiran para eksportir dan importir Indonesia atas risiko jika terjadi dispute bisa berkurang.

    Jika perubahan pola international commercial terms ini sudah mulai biasa dilakukan dengan persiapan melalui kolaborasi yang baik dengan perusahaan pelayaran, logistik, dan transportasi Indonesia. Termasuk jika adanya importasi yang dilakukan oleh importir Indonesia dengan menunjuk perusahaan logistik Indonesia yang mempunyai agent tetap di negara asal di luar negeri. Mengingat posisi agent yang juga merupakan perusahaan logistik (forwarding) di luar negeri tersebut yang aktivitasnya terkait transakasi ini berada di bawah arahan dan instruksi perusahaan logistik (forwarding) di Indonesia yang bertindak sebagai principal mereka.

Pemaparan di atas diharapkan bisa memberikan gambaran atas peluang tambahan devisa bagi Indonesia jika para eksportir dan importir Indonesia berani dan mampu melakukan perubahan atas term perdagangan yang selama ini mereka lakukan dengan para counterpart di luar negeri. Memang ini bukanlah upaya yang mudah, namun dengan kolaborasi dan kerja sama yang baik dengan para penyedia jasa transportasi, pelayaran, dan logistik nasional serta dukungan dan fasilitasi pemerintah, maka upaya tersebut bisa diwujudkan.

18 April 2023

Referensi:

Badan Pusat Statistik, Data Ekspor – Impor tahun 2022 International Commercial Chamber (ICC), International Commercial Terms 2020.

www.velotrade.com

*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia

sumber: https://www.SupplyChainIndonesia.com